BPOLBF dan Keuskupan Agung Ende Kembangkan Wisata Religi di Flores

Religi135 Dilihat

LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) melakukan audiensi dengan Uskup Agung Ende, Mgr. Budi Kleden SVD pada Selasa, 3 Juni 2025. 

Pertemuan yang berlangsung di Rumah Keuskupan Agung Ende ini membahas rencana kolaborasi pengembangan pariwisata religi Katolik di wilayah Flores.

Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat bahwa pengembangan wisata religi perlu mengedepankan nilai-nilai spiritualitas, budaya lokal, serta berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. 

BPOLBF menyampaikan komitmennya untuk mendorong inisiatif pengembangan pariwisata yang tidak hanya fokus pada destinasi, tetapi juga pada pemberdayaan umat dan pelestarian kearifan lokal.

Baca juga :Wabup Yulius Ajak Jemaah Haji Perkenalkan Labuan Bajo

Mgr. Budi Kleden menyambut baik inisiatif BPOLBF dan menekankan bahwa pengembangan wisata religi Katolik harus tetap selaras dengan visi Gereja dan kehidupan masyarakat. 

Ia menyebutkan bahwa pada Tahun Yubileum 2025 ini, Keuskupan Agung Ende tengah memfokuskan perhatian pada wilayah Pantai Utara Flores yang dinilai memiliki potensi besar sebagai destinasi religi dan budaya.

“Beberapa titik yang kami lihat potensial antara lain di Ropa Ende, Taman Doa Gua Maria Guadalupe di Dusun Peringatin (Nagekeo), Desa Lengkosambi (Ngada), Desa Aeramo, Lena (Biara Dominikan) dan Kampung Boanio di Nagekeo,” ungkapnya.

Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, mengatakan bahwa wisata religi di Flores menyimpan potensi besar, bukan hanya sebagai destinasi spiritual, tetapi juga sebagai pintu masuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata. 

Ia menekankan pentingnya kerja sama yang erat dengan Keuskupan Agung Ende untuk mewujudkan pariwisata yang terintegrasi dengan nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat lokal.

Baca juga :Komitmen Kapolda NTT Atasi Persoalan di Labuan Bajo

“Kami percaya kolaborasi ini akan jadi langkah strategis untuk menciptakan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan di Flores,” ujar Frans.

Frans juga memaparkan bahwa BPOLBF saat ini tengah memusatkan perhatian pada peningkatan kapasitas destinasi wisata religi yang sudah teridentifikasi melalui pola perjalanan wisatawan rohani di Flores. 

Peningkatan kapasitas ini, katanya, akan dilakukan melalui pelatihan, pendidikan, serta pembangunan sarana dan prasarana di lokasi-lokasi daya tarik wisata rohani yang strategis.

“Salah satu usulan spesifik adalah penyediaan ruang publik di Istana Keuskupan Agung Ndona, yang kami harap bisa menjadi salah satu tujuan wisata rohani bagi para peziarah,” lanjut Frans.

Audiensi ini menghasilkan beberapa kesimpulan penting, salah satunya bahwa wisata religi Katolik bukan untuk menggantikan nilai spiritualitas Gereja, tetapi untuk menambah nilai ekonomi yang bermanfaat bagi umat.

Kekuatan ornamen dan langgam budaya dalam kegiatan maupun arsitektur gerejawi menjadi kekhasan gereja-gereja di Flores, dan potensi ini perlu dikembangkan bersama-sama umat.

BPOLBF akan berperan sebagai katalisator untuk memastikan bahwa masyarakat juga bisa menikmati manfaat dari rantai nilai kegiatan religi dan budaya yang dikembangkan.

Pertemuan ini diakhiri dengan komitmen kedua belah pihak untuk menindaklanjuti kerjasama konkret, termasuk pengembangan destinasi wisata religi, peningkatan kapasitas masyarakat, dan promosi potensi wisata Flores ke tingkat nasional maupun internasional.