Mampir Sejenak di Desa Komodo

Pariwisata655 Dilihat

LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Rombongan kami, yang berlayar dengan Speedboat RRI Bahari 03, berangkat menuju Desa Komodo di bawah langit mendung, Rabu (26/3/2025). 


Kapal-kapal nelayan terlihat samar, seolah terbungkus kabut saat kami melintasi perairan Labuan Bajo.

Suara mesin perahu nelayan memecah keheningan pagi saat RRI Bahari 03 akan bersandar di dermaga Desa Komodo setelah perjalanan selama 1,5 jam.

Desa Komodo merupakan salah satu desa yang terpencil lantaran letak wilayahnya berada di pulau paling luar dari Kabupaten Manggarai Barat dan masih berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

Desa Komodo berbatasan dengan Desa Pasir Panjang di timur, Pulau Kelapa di barat, Selat Sumba di selatan, dan Gili Banta di utara.

Selain dengan kapal sewaan untuk wisatawan, Desa Komodo juga bisa ditempuh dengan kapal umum dari Labuan Bajo.

Baca juga :Wisatawan Akui Keindahan Warloka Labuan Bajo

Berkat posisinya di antara lembah Gunung Ara, suhu di Desa Komodo terasa lebih sejuk dibandingkan wilayah pesisir lainnya.

Pagi adalah waktu yang tepat untuk menyelami kehidupan desa yang berpenduduk 1.800-an jiwa ini dari dekat. Warga yang sehari-hari berbagi tempat tinggal satu pulau dengan Komodo.

Dari kejauhan, bangunan Masjid yang tinggi menjulang menjadi pemandangan paling mencolok di Desa Komodo. Suara merdu dari masjid mengalun menyapa seluruh desa.

“Di sini semua warganya beragama Islam. Sebagian besar dari suku Bima dan Bugis,” jelas Andro, guide profesional dari Labuan Bajo Holiday (LABAHO) Tour.

Meskipun mayoritas warga bekerja sebagai nelayan, kata Andro, kini banyak di antara mereka yang beralih menjadi pemandu wisata seiring dengan berkembangnya industri pariwisata.

Baca juga :Liburan ke Labuan Bajo? Jangan Lewatkan 366 Lounge!

Pukul 9.30 Wita, kami melewati dermaga kayu di bibir pantai sebelum masuk ke  jalan dan gang kecil di antara bangunan rumah panggung warga yang kebanyakan menghadap ke sisi timur.

Anak-anak berkumpul dan berlari di atas dermaga, melompat ke laut sambil tertawa ceria dan bertelanjang dada.

Mereka tertawa, berteriak, seolah menunjukan kepada wisatawan bahwa kami adalah pelaut handal dan anak-anak dengan masa kecil paling bahagia di dunia ini.

Sementara itu, ibu-ibu bercengkrama di depan rumah panggung sembari menyiapkan dan menyediakan takjil ramadhan paling enak di lorong dan gang sempit Desa Komodo. 

Ari, seorang perajin patung kayu komodo, terlihat serius menyelesaikan karyanya. 

Baca juga :Pesona Labuan Bajo yang Membuat Anda Ingin Kembali

“Patung yang besar bisa selesai dalam waktu satu minggu, sementara yang kecil hanya butuh dua hari,” ujarnya.

Satu patung kayu komodo dijual Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Karya ini dijual di mana-mana. Di pintu masuk, di tengah perkampungan, kecuali di jalur khusus untuk trekking melihat Komodo. 

Penduduk asli desa juga menjual bermacam barang, seperti pakaian bercorak komodo dan suvenir berupa gelang, kalung, serta miniatur patung komodo.

“Semua penjual dan barang yang dijual di sini asli dari Desa Komodo,” ujar Bowo, ranger di Desa Komodo, Rabu (26/3/2025).

Fasilitas kesehatan dan pendidikan di Desa Komodo juga sudah cukup lengkap. 

“Di sini ada Puskesmas dan fasilitas pendidikan dari PAUD hingga SMA,” lanjut Bowo.


Ada pepatah bilang, anda belum berwisata ke Komodo jika belum menginjakkan kaki di desa Komodo.

Desa ini menyimpan banyak kisah tentang kehidupan manusia dan komodo, termasuk mitos bahwa seseorang bisa lahir kembar dengan satwa purba ini.

Selain itu, ada banyak atraksi menarik yang bisa dinikmati, seperti koolokamba, pencak silat, monitoring habitat komodo, tarian alugere dan ora, serta drama inamateria.

“Jika teman-teman ingin mengetahui desa ini lebih dalam, datanglah saat festival budaya (Komodo Culture Festival),” ungkap Bowo saat mengantar kami kembali ke dermaga.

Ketika RRI Bahari 03 sudah siap di tepi dermaga, Kapten Martin berujar, “Saatnya meluncur ke tempat eksotis selanjutnya.”