LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Mewakili Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa melakukan kunjungan kerja perdananya ke Labuan Bajo pada Jumat (11/04/2025).

Dalam rangkaian kunjungan tersebut, Wamenpar melanjutkan agenda ke kawasan Parapuar pada Sabtu (12/04/2025), guna melihat langsung potensi destinasi wisata baru yang tengah dikembangkan.
Parapuar adalah destinasi baru di Labuan Bajo, Flores, yang dikembangkan dan dikelola oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF).
Terletak di kawasan perbukitan, Parapuar menawarkan panorama 360 derajat yang mencakup pemandangan kota, gugusan pulau, dan perbukitan di sekitarnya.
Setibanya di Parapuar, Wamenpar disambut oleh Plt. Direktur Utama BPOLBF beserta jajaran direksi dan staf. Penyambutan dilakukan secara sederhana melalui pengalungan selendang khas Manggarai, simbol kehangatan, penghargaan, persaudaraan, dan penghormatan.
Baca juga :FORMAPP Dorong Perda Pengelolaan Pantai dan Pulau Kecil Manggarai Barat
Kunjungan ini juga menjadi kesempatan untuk berdialog singkat dengan jajaran BPOLBF. Dalam pertemuan tersebut, Wamenpar menyampaikan arahan strategis agar pengembangan kawasan Parapuar dilaksanakan sesuai ketentuan dan standar yang berlaku.
Dalam dialog tersebut, Wamenpar Ni Luh Puspa mengungkapkan kekagumannya terhadap keindahan alam Parapuar. Ia menilai kawasan ini sangat potensial untuk menjadi lokasi penyelenggaraan berbagai kegiatan berbasis alam.
“View Parapuar sangat indah. Tempat ini sangat cocok untuk penyelenggaraan event bernuansa alam, contohnya event yoga maupun venue untuk acara pernikahan (wedding venue) dengan konsep intimate wedding,” ujar Ni Luh.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, yang menjelaskan bahwa area Natas di Parapuar memang sering dimanfaatkan untuk kegiatan seperti yoga dan meditasi.
Baca juga :Inosensius Peni Minta Kenaikan NJOP Ditinjau Ulang
“Parapuar, khususnya area Natas, kerap dimanfaatkan untuk yoga dan meditasi oleh internal BPOLBF. Kawasan ini menawarkan ketenangan dan pemandangan terbuka yang mendukung berbagai aktivitas, termasuk saat penyambutan 28 Duta Besar yang datang berkunjung ke Labuan Bajo pada tahun 2024 lalu. Kegiatan tersebut juga menjadi media promosi potensi Parapuar ke dunia internasional,” ungkap Frans.
Frans juga menjelaskan bahwa pengembangan Parapuar dilakukan secara terpadu, holistik, dan berkelanjutan dengan mengusung konsep harmoni dengan alam, yaitu 3ECNC (Ethno-Eco-Edu-Culture & Nature Conservation), serta mengacu pada dimensi 3A (Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas).
Kedepannya, beragam atraksi baru yang dihadirkan di Parapuar, baik yang berbasis alam, sosial, budaya, maupun buatan akan tetap mengedepankan keseimbangan antara ekologi, budaya, dan sosial masyarakat.
Selain itu, penyediaan amenitas berbasis entitas lokal yang menyatu dengan alam diharapkan menjadi daya tarik tersendiri.

Pengembangan kawasan juga mengacu pada filosofi budaya “Gendang One Lingko Pe’ang,” yang mencerminkan ruang hidup masyarakat Manggarai dan nilai-nilai warisan leluhur. Filosofi ini akan dijadikan pedoman pembangunan kawasan.
Dalam proses pembangunan, prinsip keberlanjutan juga diterapkan melalui kebijakan satu banding sepuluh, yaitu setiap satu pohon yang ditebang harus digantikan dengan penanaman sepuluh pohon baru.
Ketentuan lainnya yang tercantum dalam pedoman pembangunan kawasan Parapuar mencakup batasan ketinggian bangunan maksimal 15 meter atau setara dua lantai, yaitu setinggi Pohon Munting atau Pohon Teno.
Selain itu, pengelolaan kawasan akan menerapkan sistem visitor management, dengan menghitung daya dukung lingkungan (carrying capacity) untuk memastikan aktivitas wisata tetap berada dalam batas yang dapat ditanggung lingkungan. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan kawasan Parapuar sebagai destinasi pariwisata unggulan.