Fenomena Live on Board Rugikan PAD Mabar

Pariwisata49 Dilihat

LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Fenomena baru tengah terjadi di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), yaitu wisatawan kini lebih memilih menginap di kapal phinisi ketimbang di hotel-hotel di darat.


Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Manggarai Barat, Aloysius Suhartim Karya, menyebut tren ini sebagai “pariwisata siluman” karena nyaris tidak memberi dampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sekarang ini wisatawan lebih suka liburan di kapal. Istilahnya mereka ‘nginap’ di kapal, bukan di hotel. Fenomena ini disebut ‘live on board’,” kata Aloysius kepada Labuanbajotoday, Rabu (21/5/2025).

Tren live on board atau sailing tour makin diminati karena kapal-kapal wisata kini menyediakan paket lengkap, seperti transportasi, akomodasi, hingga konsumsi. Namun, di balik kenyamanan itu, dampaknya terhadap perekonomian lokal justru minim.

Baca juga :Pesan Kapolda NTT: Tidak Perlu ke Thailand, ke Labuan Bajo Saja

“Hotel dan restoran di darat makin sepi. Padahal mereka jelas berkontribusi ke PAD. Sementara kapal-kapal ini belum memberi kontribusi optimal,” ujarnya.

Ia menambahkan, wisatawan yang datang ke Labuan Bajo kini cenderung hanya transit sebentar sebelum naik kapal.

“Rata-rata mereka hanya singgah dua sampai tiga jam, menyesuaikan jadwal penerbangan. Tidak ada dampak ekonomi yang nyata bagi daerah,” katanya.

Aloysius juga menyoroti ketimpangan antara lonjakan jumlah wisatawan dan pemasukan daerah. Berdasarkan data 2024, hampir satu juta orang keluar-masuk Labuan Bajo, namun PAD dari sektor pariwisata tak menunjukkan peningkatan sebanding.

“Ada kebocoran. Pola distribusi jasa pariwisata tidak merata. Hampir semuanya dikuasai oleh sailing tour. Bahkan sekarang tamu ke resort lebih banyak dari hotel-hotel,” kata dia.

Baca juga :Kadin Menyoroti Tingginya NJOP di Mabar

Ia mencatat, saat ini ada lebih dari 700 kapal pinisi yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Karena itu, menurutnya, perlu ada konsolidasi antara pemerintah daerah, asosiasi pemilik kapal, dan pelaku wisata lainnya.

“Kami sedang membangun komunikasi strategis lintas sektor. Harus ada ekosistem pariwisata yang adil dan saling menguntungkan, khususnya bagi daerah sebagai tuan rumah,” tegasnya.

Menurut Aloysius, sektor pariwisata semestinya memberi manfaat langsung bagi masyarakat lokal dan meningkatkan ekonomi daerah.

“Pariwisata itu harus berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi daerah. Tidak bisa ditawar. Mutlak,” ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Frans Teguh, juga mengakui tren menginap di akomodasi non-hotel semakin meningkat.


“Saat ini banyak wisatawan memilih homestay, guest house, atau tinggal di kapal pinisi karena lebih banyak menghabiskan malam di laut,” kata Frans beberapa waktu lalu.

Ia juga menjelaskan, meskipun jumlah wisatawan terus meningkat, pertumbuhan jumlah kamar hotel justru lebih cepat, sehingga tingkat okupansi terlihat stagnan.

“Jadi jumlah tamu naik, tapi hotel juga terus bertambah. Itu sebabnya tingkat hunian tidak tampak meningkat signifikan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *