Warga Komodo Menahan Tangis Saat Bahas Investasi di TNK

Bisnis, Budaya, Pariwisata177 Dilihat

LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Suasana haru menyelimuti diskusi publik terkait rencana pembangunan villa di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), yang digelar di Kebun Kota, Labuan Bajo, Rabu (30/7/2025) malam.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah AD_4nXeJjhlBaOOr-jSX6uf98hikHJtIbHUPvUf-0eddYC0zzN9UN8BIsA7c6uGyI3Zq4V-4zdItCtTuTgj5sFglH7wVPl32hNjaZiViiJX-NPnCzs44XNAwmZpB8VeS9mQYDTKlP42yYCE8cxRAgNzAXc3XnUY


Ali Mudin, warga asli Kampung Komodo, yang menghadiri acara tersebut, tampak sedih dan hampir menangis saat menyampaikan kekhawatirannya terhadap pembangunan villa dan fasilitas wisata di Pulau Padar dan Long Beach.

“Mari bayangkan, kampung kami akan berhadapan langsung dengan jajaran villa megah. Ada luka yang menganga di sana,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ali menilai proyek-proyek besar di kawasan konservasi seperti TN Komodo telah mengabaikan keberadaan masyarakat lokal.

“Negara membuat aturan untuk kesejahteraan rakyat, tapi rasanya kami justru dikesampingkan,” katanya.

Baca juga :Cari Properti di Labuan Bajo? Inbisnis Property Solusinya!

Pernyataan serupa disampaikan Ucu Martanto, peserta diskusi lainnya. Ia mempertanyakan keadilan dalam pengelolaan pariwisata di Taman Nasional Komodo.

“Pariwisata ini untuk siapa? Warga Komodo hanya mendapat Rp 40 ribu dari total Rp1,4 juta retribusi per wisatawan di TNK. Kenapa keputusan tentang warga Komodo justru dibuat oleh orang luar?” katanya.

Rencana pembangunan tersebut berasal dari PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE), yang dalam konsultasi publik pada 23 Juli lalu di Golo Mori memaparkan rencana membangun 619 fasilitas di Pulau Padar.

Baca juga :LABAHO, Layanan Wisata Lengkap di Labuan Bajo

Rinciannya meliputi 448 villa, 7 spa, 15 kafe dan restoran, kolam renang, hingga rumah ibadah untuk acara pernikahan wisatawan, di atas lahan seluas 15,75 hektar.

PT KWE merupakan satu dari tiga perusahaan yang telah mengantongi Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) di dalam kawasan TN Komodo. Dua lainnya adalah PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca dan PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa.

Selama lebih dari satu dekade, masyarakat lokal, pelaku wisata rakyat, dan pegiat lingkungan secara konsisten menolak pembangunan villa dan fasilitas komersial di habitat alami komodo.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah AD_4nXcQxpIHJYq2dchMQcRf40P-PV4Vh4k7tJtNf3iCROT6UCg2rrMNsJ_wbkNFpxltb0-pBJp5OSyUZ4JS6L_rbVaTlsTQ4wJ9xafoSveJSk7K_AgbIdCQQh3lCysWjGitBtjo9Tv2


Mereka khawatir proyek tersebut akan merusak lingkungan, membatasi akses masyarakat, dan menghapus kedaulatan lokal atas ruang hidup mereka.

“Kami pelaku wisata menolak keras pembangunan hotel atau villa di dalam TNK. Kalau ini terus dibiarkan, bukan cuma komodo yang terancam punah, masyarakat juga,” tegas Getrudis, Sekretaris DPC ASITA Manggarai Barat.

“Untuk apa bangun hotel di darat? Dengan rencana pembangunan puluhan hingga ratusan hektare itu di TNK, kita ini akan menjadi apa?” tutup Getrudis.


Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *