LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menunjukkan tren yang sangat memprihatinkan.
Dinas Sosial Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) telah melaporkan peningkatan signifikan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual, yang semakin mengancam kalangan perempuan. Anak-anak pun tidak luput dari ancaman, menjadi korban kekerasan fisik, seksual, dan bahkan penelantaran.
Kepala Dinas Sosial Mabar, Marselinus Jebaru, menjelaskan bahwa dalam rentang waktu satu tahun terakhir, kasus KDRT dan kekerasan seksual telah mendominasi laporan yang ditangani pihaknya.
“Kepedulian kami semakin mendalam seiring tingginya angka KDRT dan kekerasan seksual yang masuk ke meja kami,” ungkapnya, Selasa (27/5).
Baca juga :LABAHO, Layanan Wisata Lengkap di Labuan Bajo
Hal yang lebih meresahkan adalah data menunjukkan peningkatan yang terus berlanjut dalam jumlah kasus yang dilaporkan dalam tiga hingga lima tahun terakhir. Pemetaan yang dilakukan Dinas Sosial menunjukkan bahwa Kecamatan Komodo, Lembor, dan Boleng adalah wilayah-wilayah yang paling tinggi pelaporannya.
Untuk itu, Dinas Sosial bekerja keras melalui Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3KA) dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang komprehensif, termasuk layanan aduan, penjangkauan, serta pendampingan terhadap korban.
Dengan penggunaan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) untuk pengumpulan data, Dinas Sosial berusaha menetapkan kebijakan yang efektif dalam menanggulangi krisis kekerasan ini.
Dalam lima tahun terakhir, angkanya berfluktuasi dimulai dari 96 kasus pada 2020, meningkat menjadi 120 kasus di tahun 2021, sebelum menurun menjadi 85 di tahun 2022. Pada 2023 tercatat 87 kasus, dan pada 2024 jumlahnya sedikit menurun menjadi 83. Hingga Maret 2025, tercatat ada 27 kasus, dengan Kecamatan Komodo/Polres Mabar sebagai wilayah dengan insiden tertinggi.
Baca juga :Keliling Labuan Bajo Seharian? Coba RRI Bahari 01
Fatima Melani Rambing, Kabid Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak (P3A), menyoroti betapa mendesaknya situasi ini.
“Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Mabar masih sangat mengkhawatirkan, Lebih dari itu, banyak korban yang tidak mendapatkan perlindungan yang seharusnya mereka terima, karena stigma dan pandangan bahwa masalah ini adalah aib keluarga, sehingga mereka lebih memilih menyelesaikannya secara internal,” tuturnya.
Kekerasan fisik dan psikis mendominasi KDRT yang dilaporkan, dan kekerasan seksual terhadap anak perempuan juga menunjukkan tren peningkatan, terutama di kalangan remaja mulai usia 12 hingga 18 tahun.
Faktor keterbatasan sumber daya layanan juga memperburuk situasi yang ada. Meskipun terdapat lembaga P2TP2A, Kabupaten Manggarai Barat masih belum memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak serta tenaga ahli seperti psikolog klinis.
Selain itu, rumah aman yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi korban masih sangat bergantung pada pihak swasta, sedangkan akses transportasi untuk menjangkau daerah-daerah terpencil menjadi tantangan yang sulit teratasi.
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.