Labuan Bajo Siap Hadapi Bencana

LABUANBAJOTODAY.COM, MABAR – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar lokakarya penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) di Hotel Bintang Flores, Labuan Bajo, Rabu (21/5/2025).

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah AD_4nXeJjhlBaOOr-jSX6uf98hikHJtIbHUPvUf-0eddYC0zzN9UN8BIsA7c6uGyI3Zq4V-4zdItCtTuTgj5sFglH7wVPl32hNjaZiViiJX-NPnCzs44XNAwmZpB8VeS9mQYDTKlP42yYCE8cxRAgNzAXc3XnUY


RPB disusun sebagai tindak lanjut dari Kajian Risiko Bencana yang dilakukan tahun 2023. Dalam kegiatan ini, BNPB mengajak para pemangku kepentingan untuk berbagi informasi dan mencari solusi soal isu strategis seputar pembangunan pariwisata yang aman bencana.

“Industri pariwisata sangat rentan terhadap bencana. Kalau tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa besar. Bisa ganggu pencapaian target wisata nasional,” kata Pratomo Cahyo Nugroho, Analis Bencana Ahli Madya dari Direktorat Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB.

Baca juga :Kepala Biro Humas ATR/BPN: Sertifikat Elektronik Bukan Sekedar Inovasi

Pratomo mengatakan, pengelolaan destinasi wisata harus terintegrasi dengan manajemen risiko bencana. 

“Kalau standar sudah diterapkan, dampak bencana bisa ditekan. Wisatawan, warga, dan lingkungan bisa lebih terlindungi,” ujarnya.

Sekretaris BPBD Manggarai Barat, Yohanes Stat juga menegaskan pentingnya peta risiko bencana di setiap destinasi wisata. 

Ia mengatakan, peta ini penting agar wisatawan dan pelaku usaha tahu potensi bahaya dan bisa siap menghadapi bencana.

“Manggarai Barat perlu dokumen rencana kontingensi untuk skenario bencana yang memperhatikan wisatawan dan sektor pariwisata. Ini penting untuk pemulihan pascabencana,” jelas Yohanes.

Baca juga :Kunker Perdana Menteri HAM ke Labuan Bajo

Hal senada disampaikan Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh. Ia menyebut bahwa dalam pariwisata, kepercayaan adalah kunci.

“Penanganan bencana di destinasi harus jadi pedoman. Informasi yang disampaikan harus valid dan bisa dipercaya. Pariwisata itu bisnis kepercayaan. Pengelolaan destinasi butuh manajemen, tata kelola, dan kepemimpinan. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri, harus kolaborasi lintas sektor,” tegas Frans.

Sementara itu, perwakilan Forum PRB (Pengurangan Riskio Bencana) Manggarai Barat, Pater Marsel Agot, SVD mengingatkan pentingnya menjaga ekosistem mangrove sebagai pelindung alami kawasan pesisir.

“Kesadaran tentang pentingnya mangrove masih kurang. Padahal ini penting untuk lindungi pesisir dari dampak bencana,” katanya.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah AD_4nXcQxpIHJYq2dchMQcRf40P-PV4Vh4k7tJtNf3iCROT6UCg2rrMNsJ_wbkNFpxltb0-pBJp5OSyUZ4JS6L_rbVaTlsTQ4wJ9xafoSveJSk7K_AgbIdCQQh3lCysWjGitBtjo9Tv2


Ia juga mendorong pembangunan desa berbasis potensi lokal. 

“Tidak semua desa harus jadi desa wisata. Lebih baik desa tumbuh sesuai potensi, seperti pertanian, perikanan, atau kerajinan. Dengan langkah nyata dan kerja sama, Manggarai Barat bisa jadi contoh kawasan wisata yang tangguh dan selaras dengan alam,” ujarnya.

Lokakarya ini dihadiri berbagai pihak mulai dari BNPB, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenpar, KemenPUPR, Kementerian LHK, Kementerian KKP, ATR/BPN, Dewan KEK, Tim ITMP Labuan Bajo, BPOLBF, hingga perwakilan instansi di Provinsi NTT dan Kabupaten Manggarai Barat, serta asosiasi pariwisata lokal.

Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *